
FORSATER.com – Jatuhnya satelit Telkom 3 membuat timbulnya berbagai pertanyaan, baik lokasi jatuhnya juga ancaman korban jiwa. Dilansir Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), untuk Lokasi jatuhnya satelit Telkom 3 belum dapat diprediksi dengan akurat.
BACA JUGA:
» Mulai 15 Januari 2021, SCTV dan Indosiar Hilang, Ini Solusinya
» Frekuensi SCTV dan Indosiar Terbaru di Satelit Telkom 4
» Cara Nonton RCTI, MNCTV dan GlobalTV yang Diacak
Berdasarkan parameter orbit terbaru dengan epoch tanggal 4 Februari 2021 pukul 22:56 WIB, serta berdasarkan jendela waktu reentry yang disebutkan sebelumnya, perkiraan lokasi jatuhnya satelit yang berbobot 1,845 ton ini adalah di sepanjang lintasan di luar Indonesia, yang digambarkan pada peta berikut.

Kepala LAPAN Thomas Djamaluddin menjelaskan, saat peluncuran, satelit Telkom 3 mengalami masalah teknis pada roket peluncur. Hal ini membuat satelit tersebut tidak bisa mencapai orbit yang dituju pada ketinggian 36.000 km.
“Akhirnya Satelit Telkom 3 menjadi sampah antariksa yang mengorbit pada ketinggian sekitar 210 km,” jelas Thomas seperti dilansir SindoNews.
Thomas menambahkan, karena hambatan atmosfer, ketinggian dari satelit yang hampir sembilan tahun terakhir menjadi sampah antariksa ini semakin turun.
“LAPAN terus memantau proses jatuhnya. Prakiraan terakhir berdasarkan data orbitnya, satelit jatuh sekitar pukul 16.52 di Pasifik,” tambah Thomas.
Satelit Telkom 3 ini tidak mengandung bahan radioaktif dan diperkirakan sebagian besar massa satelit akan terbakar saat memasuki atmosfer hingga menyisakan 10% hingga 40% massa awalnya.
Resiko korban jiwa
Berdasarkan konvensi internasional, negara peluncur bertanggung jawab penuh atas korban/kerugian yang timbul atas benda jatuh antariksa. Adapun negara peluncur meliputi negara pemilik, negara yang meluncurkan, serta negara tempat peluncuran.
Sehingga pihak Indonesia dalam hal ini PT. Telkom, dimana sesuai amanat UU 21 tahun 2013, adalah pemilik benda antariksa telah memiliki asuransi untuk menutup kemungkinan kerugian yang terjadi terhadap pihak ketiga dari peristiwa reentry ini.
Disebutkan, jatuhnya Satelit Telkom 3 yang memiliki orbit dengan inklinasi 49,9° diperkirakan memiliki resiko korban jiwa yang amat rendah, yakni sekitar 1:140000. Pertimbangan utama perkiraan resiko tersebut adalah distribusi populasi manusia di muka Bumi tahun 2021 serta inklinasi orbit Satelit Telkom-3.
Nilai resiko tersebut jauh di bawah ambang yang mengkhawatirkan, misalnya Amerika Serikat menggunakan ambang 1:10000. Meski demikian, LAPAN senantiasa melakukan pengecekan terhadap status objek serta berkoordinasi dengan PT Telkom Indonesia Tbk. dan Telkomsat terkait hal ini.
Proses meluruhnya ketinggian suatu benda antariksa juga dipengaruhi oleh kondisi cuaca antariksa (selain oleh karakteristik benda bersangkutan seperti massa dan orientasi/sikap). Untuk mengetahui kondisi cuaca antariksa saat ini bisa dilihat di Space Weather Information and Forecast Services (SWIFTS) di laman swifts.sains.lapan.go.id.
Adapun untuk mengetahui benda-benda antariksa buatan yang sedang melintas di sekitar wilayah Indonesia di bawah ketinggian 200 km bisa dilihat di laman orbit.sains.lapan.go.id/index.php/pemantauan-realtime.
Satelit Telkom-3 (COSPAR-ID 2012-044A, NORAD-ID 38744) merupakan satelit buatan ISS Reshetnev, Rusia berdasarkan pesanan PT Telkom Indonesia, Tbk. Satelit tersebut diluncurkan pada tanggal 6 Agustus 2012 dari Baikonur Cosmodrome, Kazakhstan, tetapi masalah teknis menyebabkannya gagal mencapai orbit.
Dr. Rhorom Priyatikanto, peneliti LAPAN, menyebut bahwa sejak tanggal 30 Januari 2021, satelit tersebut telah mencapai ketinggian <200 km dan diperkirakan akan mengalami reentry pada tanggal 5 Februari 2021 antara pukul 14:30 WIB hingga pukul 18:30 WIB.
(fsc/lapan/sindonews)