FORSATER.com – Kinerja Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) periode 2013-2016 sangat mengecewakan. Pasalnya, pengurus KPI periode lalu terkesan disetir oleh kepentingan pemodal.
“Salah satu grup televisi swasta yang digunakan sebagai propaganda partai politik. Masyarakat sudah mengingatkan KPI untuk bertindak namun KPI tak bergeming,” ujar Pakar Komunikasi Universitas Indonesia, Ade Armando, dilansir Kompas, Senin (18/07/2016).
Dikatakannya, penggunaan stasiun televisi sebagai alat untuk propaganda partai politik melanggar Undang-Undang Penyiaran. “2014 itu jadi contoh buruk mengenai bagaimana penggunaan stasiun televisi untuk kepentingan pemodal. Tapi toh KPI diam saja,” katanya.
Contoh lain adalah terkait kewajiban stasiun televisi swasta ibu kota agar berjaringan ke setiap daerah. Hal tersebut sudah dilakukan oleh beberapa stasiun televisi baru namun 10 stasiun televisi bersikukuh menolak aturan KPI tersebut.
Ke-10 stasiun televisi tersebut adalah yang akan diperpanjang izin siarnya akhir tahun ini. Ade pun melihat KPI yang lalu telah disusupi oleh titipan industri dan elit-elit politik yang efeknya berimbas pada kualitas tayangan.
“Jadi KPI yang terakhir ini justru contoh yang sangat buruk mengenai lembaga regulator penyiaran,” tutur Anggota Koalisi Nasional Reformasi Penyiaran (KNRP) itu.
KPI, lanjut dia, sebetulnya diberi kewenangan oleh undang-undang untuk memaksa stasiun-stasiun televisi agar mematuhi peraturan yang mereka buat. KPI juga bisa bertindak tegas dengan mencabut izin siar jika peratutan yang dibuatnya tak dipatuhi atau dilanggar.
Karena itu ia berharap untuk periode selanjutnya, tak ada komisioner KPI yang merupakan titipan elit politik. Itu agar memunculkan anggota-anggota KPI yang berkualitas dan berintegritas demi pembenahan penyiaran.
Ade pun berharap agar Komisi I DPR dapat menjalankan tugasnya dengan baik dalam menyeleksi komisioner baru KPI. DPR dalam hal ini memiliki kekuatan untuk memaksa komisioner terpilih agar betul-betul menjalankan amanat Undang-Undang Penyiaran.
Ia pun mempercayai DPR, mengingat anggota dewan juga sudah memilih komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dinilainya bagus.
“Sekarang hal yang sama seharusnya dilakukan untuk KPI. DPR memilih orang-orang terpilih untuk kepentingan publik. Jangan kepentingan partai, kepentingan pemodal,” ucap mantan Komisioner KPI periode 2004-2007 itu.
Adapun DPR pada hari ini akan menggelar uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) Komisioner KPI. Uji kepatutan dan kelayakan berlangsung selama dua hari hingga Selasa (19/7/2016) besok. (sc-01)